Selasa, 19 April 2016

Tinggalan arkeologis kolonial Jepang di Kendari



1.      Pilboks Kaliwanggu
 
Pilboks ini berada di Kelurahan Kaliwanggu, jalan menuju ke pilboks ini dapat di tempuh dengan berjalan kaki dan cukup sulit karena harus melawati pagar berduri dan masuk ke hutan, pilboks ini tepatna berada diperkebenunan jambu mete, dekat sungai wanggu dengan keadaan bangunan tampak di penuhi dengan rerumputan atau semak semak belukar, posisi miring  dan tertanam. Pilboks ini masih dalam keadaan utuh. Bahan pembuatan pilboks ini terbuat dari beton dan berdiri sendiri. Atribut pendukung lainnya di temukan sebuah campuran semen di dekat pilboks tersebut yang bejarak hanya satu meter. Di atas pilboks terdapat 4 buah lubang kecil, 1 pintu masuk, dan 3 lubang bidikin atau pengintaian, arah pintu menghadap tenggara 1000, arah lubang bidikan 1 menghadap ke arah tengara 1250, lubang bidikan 2 meghadap ke arah barat daya 1830, lubang bidikan 3 meghadap ke arah barat daya 2340, lebar pintu 80 cm, Tinggi pintu dari permukaan tanah 80,3 cm. Tinggi lubang pengintaian 23 cm, lebar 80 cm, Bagian dalam piilboks tinggi dari dari permukaan tanah sampai atap 100 cm.
2.      Bungker Sinanggasi I
Secara adsmistrasi bungker ini terletas di garis katulistiwa -40 09” 10’ LS dan 1220 38” 46” BT tepatnya di Desa Sinanggasi, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan. Bentuk dari bungker ni menyerupai hurup z, setiap bungker mempunyai 2 pintu masuk. Arah pintu 1 menghadap kearah tenggara 1110, arah pintu ke 2 meghadap kearah barat laut 2810. Keadaan bangunan di dalam bungker terlihat sempurna akan tetap hampir di penuhi oleh tanah sedangkan keadaan bangunan di luar tampak masih utuh dan tidak ada keretakan pada dinding. Ketebalan bangunan 40 cm, panjang bangunan 6 meter, bagian dalam tinggi bangunan dari permukaan tanah 1.45 cm.
3.      Bungker Sinanggasi II
Secara adsmistrasi berada di Desa Sinanggasi, Ranomeeto, Konawe Selatan, keberadaan bunker ini kurang lebih 2 m dari bungker sebelumna dengan garis katulistiwa membujur keselatan ­-40 9” 11’ dan membentang kebarat 1220 38” 42’. Bungker ini memliki dua pintu dengan panjang bangunan 60 cm dan tinggi 1.45 cm.
4.      Bungker Sinanggasi III

Masih ditempat yang sama dengan bungker sebelumnya yang berada di Desa Sinanggasi, Ranomeeto dengan koordinat -40 09” 03’ LS dan 1220 38” 51’ BT. Bagian luar bungker ini tertimbun tanah dan di penuhi rerumputan. Jalan untuk masuk ke dalam bungker cukup sulit karena setiap orang harus jongkok, ini di sebabkan karena bungker  tersebut hampir di penuhi dengan tanah. Di dalam bungker terdapat 3 ruangan, ruangan yang berada di tengah cukup besar di bandingkan dengan ruangan 1 dan 3 yang ukurannya cukup sama. Panjang lorong bangunan yaitu 16 meter, panjang setiap ruangan 6  meter, lebar ruangan 1 dan 3 1,35 cm, lebar ruangan 2 2 meter. Bahan pembuatan bangunan terdiri dari semen, besi, dan pasir kasar. Dinding bangunan bagian dalam sudah mengalami kerusakan yang di sebabkan oleh manusia bukan dari faktor alam, kemudian dinding bagian luar kami tidak dapat mendiskripsikan ini di sebabkan oleh keadaan bangunan yang tertimbun oleh tanah. Di dalam bangunan terdapat sebuah botol minuman. Tidak jauh dari bangunan ini ditemukan juga pondasi berbentuk melingkar tinggi 1 meter yang bagian atasnya di tumbuhi oleh pohon merica yang cukup banyak, menurut dari hasil wawancara yang kami lakukan dari seorang tentara, dia mengatakan bahwa pondasi itu merupakan tempat pendaratan halipad Jepang.
  
5.   Pilboks Ahmad Yani I

Pilboks ini berada di dekat perempatan Wua-Wua, tepat di trotoar jalan poros Ahmad Yani, Kota Kendari. Secara astroomi bera pada titik koordinat 030 59” 17’ LS dan 1220 30” 23’ BT dengan elevasi 31 mdp. Pada bagian atasnya berentuk silinder tapi pada again bawa tidak terlihat lagi dikarenakan telah tertanam oleh trotoar dengan kata lain telah menjadi bagian dari trotoar.
6.      Pilboks Ahmad Yani II
Berada di jalan Ahmad Yani, Kota Kendari tepatnya didepan stasiun TVRI Kota Kendari. Secara astronomi berada di garis katulistiwa 030 30” 59” 13’ LS dan 1220 30” 29’ BT. Dan berada di ketinggian 40 mdpl. Pilboks ini memiliki bentuk silinder dengan ata rata, satu pintu dan dua lubang bidik.

7.      Pilboks Made Sabara
Secara geografis terletak dititik koordinat 30 58” 22’ LS dan 1220 31” 1’ BT dengan elevasi 15 mdpl. Pada dasarnya pilboks ini sama dengan pilboks yang ditemukan dibeberapa tempat di Kota Kendari memiliki satu pintu dan dua lubang bidik. Terdapat juga lubang bidik sebanyak tiga dengan ukuran yang sangat kecil pada bagian atap. Kondisi pilboks tidak terawat maka banyak rumput liar yang tumbuh disekitar pilboks.

8.      Bungker Gunung Jati
Secara adsmistrasi berada di Jati Mekar, Gunung Jati, Kota Kendari. Berada tepat di perempatan jalan dengan orientasi arah hadap ke utara. Memiliki dua pintu dengan ukuran lebar pintu 60 cm dan tingg 1 meter. Kondisi bungker saat ini tidak terawatt dikarenakan telah dialihfungsikan sebagai tempat pembuangan sampah.

9.      Baterai Mata
Baterai ini berada di kelurahan Mata, kecamatan Kendari. Baterai terletak diatas bukit dan pada bagian bawanya terdapat rumah penduduk dan jalan poros menuju Toronipa. Posisi arah hadap baterai ini menghadap langsung ke teluk Kendari. Baterai berbentuk segi empat dengan bagian depan tebuka. Pada baterai ini juga terdapat sebuah meriam yang menghadap kea rah teluk Kendari juga. Meriam memiliki dua roda putar, yang berfungsi mengarahkan meriam kekanan dan kekiri atau berputar. Beberapa dari hasil pengamatan banyak diantara bagian dari pada meriam ini telah hilang yang kemungkinan di ambil oleh orang-orang yang awam atau para pencari besi bekas.

10.  Meriam Mata
Meriam ini juga terletak dikelurahan Mata tidak jauh dari lokasi baterai Mata. Meriam ini berada di belakang rumah penduduk dengan kondisi telah di selimuti oleh rumput-rumput liar. Meriam ini juga tidak begitu Nampak yang dikarekan terselimuti oleh rumput. Arah mulut meriam menghadap kelangit dengan pangkal meriam yang terletak di dasar lubang. Pada lubang tersebut juga sama dengan lubang pada baterai yang berisikan meriam.

Senin, 05 Oktober 2015

THE BEST PHOTOS ABOUT THE SUNSET

I love photograph

Konstelasi Majapahit Ditinjau Dari Sudut Pandang Perekonomian  

Majapahit merupakan salah satu kerajaan yang tersohor yang pernah menguasai daerah Jawa dan hampir seluh bagian Indonesia selama 134 tahun lamanya atau lebih dari satu abad yang didirikan oleh Dyah Wijaya dengan dukungan dari Arya Wiraraja beserta seluruh pengikutnya tepatnya di hutan Tarik. Kerajaan Majapahit tersebut berdiri setelah berakhirnya kekuasaan Jayakatwan atas Singasari. Salah satu faktor yang menjadi alasan semakin besarnya kerajaan Majapahit adalah dengan pertumbuhan perekonomiannya disektor pertanian. Ada dua faktor yang mempengaruhi kemakmuran Majapahit yaitu, sungai Brantas dan Bengawan Solo di daerah dataran rendah Jawa Timur yang sesuai atau cocok untuk tanaman padi, dimana komoditas ekspor saat itu adalah padi, garam, kain, dan burung Kakaktua. Sedangkan untuk komoditas impornya diantaranya, emas, mutiara, perak, sutra, keramik, dan benda-benda yang terbuat dari besi. Terlepas dari itu, kemaritiman juga sangat berperan penting dalam ekonomi Majapahit, seperti dipantai utara Jawa, Majapahit juga membuat pelabuhan-pelabuhan yang digunakan sebagai pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah yang berasal dari Maluku. Selain itu pelabuhan tersebut juga menjadi perlintasan bagi pedagang-pedagang asing dari Arab, Turki, Persia, India, dan China. Pajak yang dikenakan dari perlintasan tersebut menjadi bagian dari pemasukan untuk Majapahit. Dengan perkembangan ekonomi dan terkenalnya sistem pemerintahannya, Majapahit membuat pedagang-pedagang asing seperti India, Khmer, Siran, dan China tertarik untuk sementara waktu menetap dan melakukan kegiatan-kegiatan selain dari perdagangan internasional. Tetapi dengan mendiami wilaya Majapahit pedagang-pedagang asing tersebut tetap dibebankan pajak khusus. Selain itu Majapahit juga mengkhususkan pejabat untuk menangani pedagang yang berasal dari India dan Tiongkok yang berada atau menetap di wilaya Majapahit. Dengan sistem perekonomian disektor agraris dan maritim, Majapahit mampu survival hingga ratusan tahun. Sebab kedua sektor perekonomian tersebut sangat berperan dalam proses impor dan ekspor untuk perdagangan local maupun internasional.

Selasa, 09 September 2014

Definisi Arkeologi

Tugas 01
Mata Kuliah : Dasar-Dasar Arkeologi
Nama : Igo Hasan Lapeka
NIM : N1A214030

A. Definisi Arkeologi
Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari sisa-sisa peninggalan budaya masa lalu untuk mengungkapkan kehidupan masyarakat pendukung kebudayaannya serta berusaha untuk mengkontruksi tingkah laku masyarakat tersebut dan bagaimana perubahan kebudayaannya (Binford, 1971 : 80).

B. Tanggapan
Arkeologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kehidupan masa lampau yang mana dapat diketehaui dengan adanya peninggalan-peninggalan purba kala baik itu artefak, arkofak maupun fitur yang dapat merekam kebudayaan serta perkembangannya.

C. Referensi
digital_127263-RB03Y438g-Gedung bouwpleog-Pendahuluan.pdf
Yuri Arief Waspodo, FIB UI, 2009

Diambil pada tanggal 5 September 2014 jam 09:26 AM

Sabtu, 09 Agustus 2014

Geomorfologi


Bab 5
 
4
Geomorfologi





5.1  Definisi dan Pengertian Geomorfologi

Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Adapun bentangalam (landscape) didefinisikan sebagai panorama alam yang disusun oleh elemen elemen geomorfologi dalam dimensi yang lebih luas dari terrain, sedangkan bentuk-lahan (landforms) adalah komplek fisik permukaan ataupun dekat permukaan suatu daratan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia.

Pada dasarnya geomorfologi mempelajari bentuk bentuk bentangalam; bagaimana bentangalam itu terbentuk secara kontruksional yang diakibatkan oleh gaya endogen, dan bagaimana bentangalam tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti pelapukan, erosi, denudasi,sedimentasi. Air, angin, dan gletser, sebagai agen yang merubah batuan atau tanah membentuk bentang alam yang bersifat destruksional, dan menghasilkan bentuk-bentuk alam darat tertentu (landform).

Pengaruh struktur (perlipatan, pensesaran, pengangkatan, intrusi, ketidakselarasan, termasuk didalamnya jenis-jenis batuan) yang bersifat kontruksional, dan proses yang bersifat destruksional (pelapukan, longsoran kerja air, angin, gelombang, pelarutan, dan lainnya), sudah diakui oleh para ahli geologi dan geomorfologi sebagai dua buah paramenter penting dalam pembentukan rupa bumi. Selain itu batuan sebagai bagian dari struktur dan tahapan proses geologi merupakan faktor cukup penting.

Selama pertengahan awal abad ini, hampir semua kegiatan riset geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi geologi saja, dengan menganalisa bentangalam dan bentuk-bentuk alam yang mengarah pada kecurigaan pada unsur-unsur struktur geologi tertentu atau jenis-jenis batuan, seperti pembelokan atau kelurusan sungai, bukit-bukit, dan bentuk-bentuk alam lainnya. Tetapi dalam empat dekade terakhir, riset geomorfologi sudah mulai diarahkan pada studi tentang proses-proses geomorfologi, walaupun kegiatan interpretasi masih tetap tidak ditinggalkan dan tetap diperlukan. Selain itu pembangunan fisik memerlukan informasi mengenai geomorfologi yang menyangkut antara lain:

§  Geometri bentuk muka bumi
§  Proses-proses geomorfologi yang sedang berjalan beserta besaran-besarannya, dan antisipasi terhadap perubahan bentuk muka bumi dalam skala detail dapat mempengaruhi pembangunan.

Dengan berkembang pesatnya teknologi penginderaan jauh, seperti foto udara, citra landsat, SPOT, radar, Ikonos, Quickbirds dan lainnya, maka geomorfologi semakin menarik untuk diteliti, baik karena lebih mudahnya interpretasi geologi maupun lebih jelas dan aktualnya data mengenai proses-proses yang sedang terjadi di permukaan bumi yang diamati. Dengan demikian, pengamatan terhadap gejala struktur (dan batuan) serta proses, adalah sangat penting dalam menganalisa bentang alam, baik dengan cara menganalisa peta topografi, foto udara dan citra, maupun di lapangan. Pengamatan yang baik di lapangan maupun dilaboratorium terhadap alat bantu yang berupa peta topografi, foto udara, citra satelit, citra radar akan membuat pembuatan peta geomorfologi menjadi cepat dan menarik. Pembuatan peta geomorfologi tidak dapat lepas dari skala peta yang digunakan. Pembuatan satuan geomorfologi selain berdasar bentuk, proses maupun tahapan sangat tergantung pada skala peta yang digunakan. Makin besar skala peta, makin banyak satuan yang dapat dibuat.

5.2   Peta Geomorfologi

Peta geomorfologi didefinisikan sebagai peta yang menggambarkan bentuk lahan, genesa beserta proses yang mempengaruhinya dalam berbagai skala. Berdasarkan definisi diatas maka suatu peta geomorfologi harus mencakup hal hal sebagai berikut:   
  1. Peta geomorfologi menggambarkan aspek-aspek utama lahan atau terrain disajikan dalam bentuk simbol huruf dan angka, warna, pola garis dan hal itu tergantung pada tingkat kepentingan masing-masing aspek.
  2. Peta geomorfologi memuat aspek-aspek yang dihasilkan dari sistem survei analitik (diantaranya morfologi dan morfogenesa) dan sintetik (diantaranya proses geomorfologi, tanah /soil, tutupan lahan).
  3. Unit utama geomorfologi adalah kelompok bentuk lahan didasarkan atas bentuk asalnya (struktural, denudasi, fluvial, marin, karts, angin dan es).
  4. Skala peta merupakan perbandingan jarak peta dengan jarak sebenarnya yang dinyatakan dalam angka, garis atau kedua-duanya.

Adapun informasi yang terdapat dalam peta geomorfologi berupa bentuk, geometri, serta proses-proses yang telah maupun sedang terjadi, baik proses endogenik maupun eksogenik. Ada sedikit perbedaan penekanan antara informasi geomorfologi untuk sains dan informasi geomorfologi untuk terapan.

1.    Untuk tujuan sains maka peta geomorfologi diharap mampu memberi informasi mengenai hal-hal berikut :
  1. Faktor-faktor geologi apa yang telah berpengaruh kepada pembentukan bentang   alam disuatu tempat
  2. Bentuk-bentuk bentangalam apa yang telah terbentuk karenanya. Pada umumnya hal-hal tersebut diuraikan secara deskriptif. Peta geomorfologi  yang disajikan harus dapat menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta yang menunjang ganesa dan bentuk diutamakan.

2.    Sedangkan untuk tujuan terapan peta geomorfologi akan lebih banyak memberi informasi mengenai :
  1. Geometri dan bentuk permukaan bumi seperti tinggi, luas, kemiringan lereng, kerapatan sungai, dan sebagainya.
  2. Proses geomorfologi yang sedang berjalan dan besaran dari proses seperti :
§  Jenis proses (pelapukan, erosi, sedimentasi, longsoran, pelarutan, dan sebagainya)
§  Besaran dan proses tersebut (berapa luas, berapa dalam, berapa intensitasnya, dan sebagainya)

Pada umumnya hal-hal tersebut dinyatakan secara terukur. Peta geomorfologi yang disajikan harus menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta diutamakan yang menunjang kondisi parametris (yang dapat diukur) serta proses-proses exsogen yang berjalan pada masa kini dan yang akan datang.

5.3  Skala Peta dan Peta Geomorfologi

Skala peta merupakan rujukan utama untuk pembuatan peta geomorfologi. Pembuatan satuan peta secara deskriptif ataupun klasifikasi yang dibuat berdasarkan pengukuran ketelitiannya sangat tergantung pada skala peta yang digunakan. 

Di Indonesia peta topografi yang umum tersedia dengan skala 1: 20.000, 1: 1.000.000, 1: 500.000, 1: 250.000, 1: 100.000, 1: 50.000 dan beberapa daerah (terutama di Jawa) telah terpetakan dengan skala 1 : 25.000 untuk kepentingan-kepentingan khusus sering dibuat peta berskala besar dengan pembesaran dari peta yang ada, atau dibuat sendiri untuk keperluan teknis, antara lain peta 1: 10.000, 1: 5.000, dan skala-skala yang lebih besar lagi.

Untuk penelitian, sesuai dengan RUTR, dianjurkan menggunakan peta 1:250.000, 1:100.000 untuk regional upraisal, 1: 50.000 – 1: 25.000 untuk survey dan 1: 10.000 dan yang lebih besar untuk investigasi. Untuk mudahnya penggunaan peta-peta tersebut dapat dilihat pada table 5.1.  Dari skala peta yang digunakan akhirnya dapat kita buat satuan peta geomorfologi, sebagai contoh pada table 5.2.  

Tabel 5.1   Skala peta, sifat dan tahap pemetaan, serta proses dan unsur dominan


Skala

Sifat Pemetaan
Tahap Pemetaan
Proses dan unsur geologi yang dominan

< 1 : 250.000




Geoteknik, Geofisik


< 1 : 250.000


Global

Regional


1 : 100.000

Regional

Tektonik, Formasi (batuan utama)

1 : 50.000

Lokal

Survey
Struktur jenis batuan/satuan batuan

1 : 25.000

Lokal

Batuan, struktur, pengulangan dan bentuk/relief, proses eksogen

1 : 10.000

Detail

Investigasi
Batuan, proses eksogen, sebagai unsur utama, bentuk akibat proses

< 1 : 10.000

Sangat Kecil



Proses eksogen, dan hasil proses


5.4   Interpretasi Geomorfologi


Ada dua cara dasar untuk belajar mengenal dan mengidentifikasi kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi. Cara pertama adalah dengan mengamati dengan teliti dan detail terhadap bentuk-bentuk dari struktur geologi yang digambarkan dalam bentuk-bentuk kontur pada peta topografi. Gambaran / ilustrasi dari bentuk-bentuk semacam ini disebut sebagai kunci untuk mengenal dan mengidentifikasi kenampakan geologi. Cara kedua adalah melalui  metoda praktek dan pelatihan sehingga memiliki kemampuan melakukan deduksi dalam mengidentifikasi dan memaknakan kenampakan-kenampakan geologi melalui kajian dengan berbagai kriteria. Cara kedua ini diyakini sangat dibutuhkan dalam melakukan interpretasi.       

Meskipun banyak diilustrasikan disini bahwa kesamaan geologi yang terdapat di banyak tempat di dunia, baik secara stuktur geologi, stratigrafi dan geomorfologi detail serta hubungan diantaranya sangatlah unik. Berikut ini adalah beberapa cara dalam mengenal dan mengidentikasi kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi:

Pembuatan peta geomorfologi akan dipermudah dengan adanya data sekunder berupa peta topografi, peta geologi, foto udara, citra satelit, citra radar, serta pengamatan langsung dilapangan. Interpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk menetapkan satuan dan batas satuan geomorfologinya. 

5.5  Interpretasi Peta Topografi

Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia, peta topografi yang tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000 (atau lebih kecil). Acapkali skala yang lebih besar, seperti skala 1 : 25.000 atau 1 : 12.500 umumnya merupakan pembesaran dari skala 1 : 50.000. dengan demikian, relief bumi yang seharusnya muncul pada skala 1 : 25.000 atau lebih besar, akan tidak muncul, dan sama saja dengan peta skala 1 : 50.000. Dengan demikian, sasaran / objek interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta yang digunakan. Perhatikan Tabel 5-3 dibawah. Walaupun demikian, interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut, baik analisa secara kualitatif, maupun secara kuantitatif.

Dalam interpretasi peta topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan dan cukup efektif adalah: 1). Menarik semua kontur yang menunjukkan adanya lineament /kelurusan; 2). Mempertegas (biasanya dengan cara mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada peta, 3). Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis.

Tabel 5.2  Contoh skala peta dan satuan geomorfologi


Skala


Contoh satuan geomorfologi

1 :  250.000
Zona fisiografi : geoantiklin Jawa, pegunungan Rocky, Zona patahan Semangko
 
 1 : 100.000
Sub fisiografi : Komplek dieng, Perbukitan kapur selatan, dan lainnya, Plateau Rongga

 1 :  50.000
Perbukitan Karst Gn. Sewu, Perbukitan Lipatan Karangsambung, Delta Citarum, Dataran Tinggi Bandung, dan lainnya

 1 :  25.000
Lembah Antiklin Welaran, Hogback Brujul – Waturondo, Bukit Sinklin Paras, Kawah Upas, dan lainnya

1 :  10.000
Lensa gamping Jatibungkus, Sumbat Lava Gn. Merapi, Longsoran Cikorea

 1 :  10.000 <

Aliran Lumpur di ……, rayapan di km……,Erosi alur di……, dsb



















Tabel 5.3   Hubungan antara skala peta dan pengenalan terhadap  objek geomorfologi.



Skala


Objek Geomorfologi
1:2.500
s/d
1:10.000
1:10.000
s/d
1:30.000
Lebih
Kecil dari
1:30.000
Regional /  bentang alam
(Contoh : jajaran Pegunungan, perbukitan lipatan  dan lainnya )

Buruk

Baik

Baik –
Sangat baik
Lokal/bentuk alam darat
(Contoh :korok, gosong pasir, questa, dan lainnya

Baik –
Sangat Baik

Baik–Sedang

Sedang-
Buruk
Detail/proses geomorfik
(contoh: longsoran kecil, erosi parit, dan lainnya

Sangat Baik

Buruk

Sangat buruk


Pada butir 1, penarikan lineament biasa dengan garis panjang, tetapi dapat juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala, setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek ini selesai, dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang hampir sama dengan garis-garis pendek ini.

Pada butir 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai). Pola aliran sungai merupakan pencerminan  keadaan struktur yang mempengaruhi daerah tersebut.

Pada butir 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara kualitatif yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan antara beda tinggi suatu lereng terhadap panjang lerengnya itu sendiri.

Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakukan, misalnya oleh Mabbery (1972) untuk keperluan lingkungan binaan, Desaunettes (1977) untuk pengembangan pertanian, ITC (1985) yang bersifat lebih kearah umum dan melihat proses-proses yang biasa terjadi pada kelas lereng tertentu (lihat tabel 5.4).

Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.

  1. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang menunjukan batuan lunak atau lepas.
  2. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya, menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
  3. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya batuan keras.
  4. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu sendiri).





Tabel 5-4 Kelas lereng, dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang kemungkinan  terjadi dan usulan warna untuk peta relief secara umum (disadur dan disederhanakan dari Van Zuidam, 1985)


Kelas Lereng

Sifat-sifat proses dan kondisi alamiah


Warna

0    20
(0-2 %)

Datar hingga hampir datar; tidak ada proses denudasi yang berarti

Hijau

2    40
(2-7 %)
                                                                  
Agak miring; Gerakan tanah kecepatan rendah, erosi lembar dan erosi alur (sheet and rill erosion). rawan erosi

Hijau Muda

4    80
(7 – 15 %)

Miring;sama dengan di atas, tetapi dengan besaran yang lebih tinggi. Sangat rawan erosi tanah.

Kuning

8 – 160
(15 -30 %)

Agak curam; Banyak terjadi gerakan tanah,  dan erosi, terutama longsoran yang bersifat nendatan.

Jingga

16 – 350
(30 – 70 %)

Curam;Proses denudasional intensif, erosi dan gerakan tanah sering terjadi.

Merah Muda

35 – 550
(70 – 140 %)
Sangat curam; Batuan umumnya mulai tersingkap, proses denudasional sangat intensif, sudah mulai menghasilkan endapan rombakan (koluvial)

Merah

>550
(>140 %)

Curam sekali, batuan tersingkap; proses denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas).

Ungu

>550
(>140 %)

Curam sekali Batuan tersingkap; proses denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas).



Ungu





























Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai. Beberapa contoh kenampakan Geologi yang dapat diidentikasi dan dikenal pada peta topografi:
  1. Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel dan rectangular.
  2. Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan perlapisannya.
  3. Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
  4. Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau anular.
  5. Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
  6. Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
  7. Daerah mélange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar berupa bukit-bukit dalam penyebaran yang relative luas, terdapat beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi, kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan, dengan pola aliran sungai rektangular atau contorted.
  8. Daerah Slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope dengan penyebarannya yang tidak menunjukan pola pelurusan, tetapi lebih berkesan “acak-acakan”. Pola kontur rapat juga tidak menunjukan kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
  9. Gunung api, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola aliran radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara untuk gunung api tua dan sudah tidak aktif, dicirikan oleh pola aliran anular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang menunjukan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.
  10. Karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dalam penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran sungai multibasinal.
  11. Pola karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya terjadi pada kaki gunung api. Walaupun dengan pola kontur yang melingkar dengan penyebaran cukup luas, tetapi umumnya letaknya berjauhan antara satu pola melingkar dengan lainnya, dan tidak didapat pola kontur seperti bintang segi banyak.

Gambar 5.1 adalah suatu peta hipotetik yang merefleksikan wilayah yang tersusun dari batuan sedimen terlipat dan tersesarkan. Perlipatan batuan diwakili oleh pola kontur dan bentuk garis kontur. Sedangkan pensesaran diwakili oleh pembelokan aliran sungai yang tiba-tiba dan pola aliran sungainya umumnya dikontrol oleh jurus perlapisan batuan


Gambar 5.1   Peta topografi hipotetik yang mencerminkan suatu daerah yang terlipat dan tersesarkan.
Gambar 1.2 adalah peta topografi hipotetis yang merefleksikan suatu wilayah yang tersusun dari perselingan batuan yang resisten (batupasir,konglomerat, atau breksi) dan non-resisten terhadap erosi (lempung, serpih, atau napal).  Pada peta batuan resisten diwakili oleh pola kontur yang rapat, sedangkan batuan non-resisten diwakili oleh pola kontur yang renggang. Bagian sebelah atas peta memperlihatkan bentuk dan pola kontur yang rapat dengan tekstur yang relatif tidak teratur dan ditafsirkan tersusun dari batuan metamorf.  Kedudukan lapisan batuan (strike/dip) dapat ditafsirkan dengan melihat arah dari pola kerapatan kontur dan arah kemiringan lapisan ditafsirkan ke arah spasi kontur yang semakin renggang. 


Gambar 5.2  Peta topografi hipotetis yang mencerminkan suatu areal yang terdiri dari perselingan batuan yang resisten dan batuan non-reisiten.





















Ringkasan


*       Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Geomorfologi mempelajari bentuk bentuk bentangalam; bagaimana bentangalam itu terbentuk secara kontruksional yang diakibatkan oleh gaya endogen, dan bagaimana bentangalam tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti pelapukan, erosi, denudasi,sedimentasi. Air, angin, dan gletser, sebagai agen yang merubah batuan atau tanah membentuk bentang alam yang bersifat destruksional, dan menghasilkan bentuk-bentuk alam darat tertentu (landform).

*       Bentangalam (landscape) didefinisikan sebagai panorama alam yang disusun oleh elemen elemen geomorfologi dalam dimensi yang lebih luas dari terrain.

*       Bentuk-lahan (landforms) adalah komplek fisik permukaan ataupun dekat permukaan suatu daratan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia.

*       Peta geomorfologi adalah peta yang menggambarkan bentuk lahan, genesa beserta proses yang mempengaruhinya dalam berbagai skala. Berdasarkan definisi tersebut maka suatu peta geomorfologi harus mencakup hal-hal sebagai berikut:  
a.     Aspek-aspek utama lahan atau terrain yang disajikan dalam bentuk simbol huruf dan angka, warna, pola garis dan hal itu tergantung pada tingkat kepentingan masing-masing aspek.
b.     Aspek-aspek yang dihasilkan dari sistem survei analitik (diantaranya morfologi dan morfogenesa) dan sintetik (diantaranya proses geomorfologi, tanah /soil, tutupan lahan).
c.     Unit utama geomorfologi yaitu kelompok bentuk lahan didasarkan atas bentuk asalnya (struktural, denudasi, fluvial, marin, karts, angin dan es).
d.     Skala peta merupakan perbandingan jarak peta dengan jarak sebenarnya yang dinyatakan dalam angka, garis atau kedua-duanya.

*       Kegunaan Peta Geomorfologi :

1.  Untuk tujuan sains maka peta geomorfologi diharap mampu memberi informasi mengenai:
a.     Faktor-faktor geologi apa yang telah berpengaruh kepada pembentukan bentangalam disuatu tempat
b.     Uraian deskriptif dari bentuk-bentuk bentangalam apa saja yang telah terbentuk. Peta geomorfologi yang disajikan harus dapat menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan.
c.     Gambaran peta yang menunjang ganesa dan bentuk diutamakan.

2.  Untuk tujuan terapan peta geomorfologi akan lebih banyak memberi informasi mengenai :
a.  Geometri dan bentuk permukaan bumi seperti tinggi, luas, kemiringan lereng, kerapatan sungai, dan sebagainya.
b.  Proses geomorfologi yang sedang berjalan dan besarannya seperti :
§  Jenis proses (pelapukan, erosi, sedimentasi, longsoran, pelarutan, dan sebagainya)
§  Besaran dan proses tersebut (berapa luas, berapa dalam, berapa intensitasnya, dan sebagainya)







Pertanyaan Ulangan

1.     Sebutkan apa bedanya antara Bentangalam dan Bentuk lahan ?
2.     Sebutkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi bentuk bentangalam ?
3.     Sebutkan bentuk-bentuk bentang alam yang bersifat konstruksional dan bentuk bentangalam destruksional ?
4.     Jelaskan manfaat peta geomorfologi bagi para perencana wilayah dan kota (planolog) maupun para ahli teknik sipil ? 
5.     Jelaskan hubungan antara peta topografi dengan geomorfologi ?